Jumat, 02 Desember 2016

Aku dan Jaran Kepang

Hembusan udara  dingin menyelimuti pagi buta dari ufuk timur hingga ke ujung barat. Bintang-bintang berkilauan di angkasa raya Sang Maha Pencipta. Sebelum fajar menjelang siang. Sebelum muadzin mengumandangkan adzan. Sebelum sang surya tersenyum di atas cakrawala bumi Sumatera. Aku telah terbangun,setiap pagi tidur ku sedikit terusik dengan suara seperti gendang bertabuh yang mengganggu mimpi indah ku. Aku kembali menarik selimut yang menutupi seluruh tubuh ku dan terjatuh di bawah lantai yang terbuat dari ubin bersemen kasar. Ku tinggalkan begitu saja.
Ku lirik jam pada dinding yang terbuat dari anyaman bambu. Masih pukul tiga pagi,gumamku. Ku buka sedikit kain yang menutupi kamar ku,kulihat dari celah-celah kain itu yang sudah berlubang juga sudah lusuh dan kusam. Maklum saja sudah hampir empat tahun kain itu tidak diganti masih seperti yang dulu. Saat aku baru duduk di bangku sekolah menengah pertama. Kain itu tetap setia menjadi hiasan pintu kamar ku.
Kulihat dari celah-celah kain itu,seorang wanita separuh baya sangat lihai memegang benda seperti kayu gelondong yang tidak terlalu besar. Namun sudah di perhalus dan sebuah wadah yang berisikan butir-butir padi  di dalamnya. Aku tidak heran dengan benda itu,setiap pagi tidur ku selalu terusik olehnya. Warna aslinya yang berwarna coklat muda,kini telah berubah menjadi hitam gelap dan kusam. Itu lesung tua milik almarhum nenek. Masih hangat di dalam ingatan  ku,saat nenek mengajari  menggunakan lesung tua itu. Saat itu usia ku masih delapan tahun.
Manis pahitnya liku-liku kehidupan telah kami rasakan dalam hidup ini. Seketika aku sadar air mata ini menetes seakan hidup ini tidak adil untuk aku,emak,dan bapak. Ku hela napas panjang,mengusap tetesan air mata. Mencoba tersenyum untuk mengawali pagi ini. Emak masih sibuk melakukan pekerjaannya menumbuk padi. Sebagian untuk di jual kepada tetangga dan sisanya untuk makan kami bersama. Emak melakukan itu semua untuk mendapatkan sesuap nasi sebagai penyambung hidup kami.
Aku mengucek kedua bola mata ku menghampiri emak yang masih memainkan alat musik khasnya di pagi hari. Emak,sapa ku sambil tersenyum. Loh sudah bangun nduk? Emak kaget melihat ku berdiri di sampingnya. Itu panggilan anak perempuan jawa untuk anak seusia ku. Aku mengambil kursi kayu dan duduk di samping emak. Emak apa tidak capek,setiap pagi harus menumbuk padi? Salah satu pertanyaan ku di tengah-tengah perbincangan di dalam rumah sederhana milik kami. Udara masih sangat dingin. Aku menarik kain batik yang terletak di atas kursi,tepat di sebelah ku. Melilitkan kain itu ke seluruh tubuh ku. Emak tidak menjawab pertanyaan ku. Hanya menghirup udara dalam-dalam. Tampak raut wajahnya yang bertambah tua dan bagian kulit wajah yang semakin keriput.
Hari ini emak buatkan gorengan pisang dan keripik singkong,jangan lupa di bawa ke sekolah,kata emak kepada ku. Aku hanya mengangguk tanpa menolak. Sayup-sayup terdengar dari kejauhan,suara adzan berkumandang di Surau yang tidak jauh dari rumah kami. Segera aku mengambil air wudhu di tempayan. Menunaikan kewajiban ku,bersujud menghadapNYA. Membawa hikmah untuk pagi ini.
Matahari mulai menampakan dirinya yang bermandikan cahaya di angkasa biru. Setiap pagi aku sibuk membersihkan sepeda ontel milik almarhum kakek ku. Meletakan gorengan buatan emak di keranjang depan. Hari ini bapak semangat sekali membersihkan peralatan kesenian Jaran Kepang milik keluarga kami. Budaya kesenian itu di wariskan secara turun temurun oleh almarhum kakek buyut ku. Dahulu kakek buyutku lahir di tanah jawa. Disanalah kakek buyut ku belajar budaya kesenian Jaran Kepang hingga berimigrasi ke pulau Sumatera. Kesenian itu tetap di lestarikan karena telah mendarah daging di keluarga kakek buyut ku. Nama group Jaran Kepang keluarga kami adalah Gendang Sriwijaya. Nama itu pemberian almarhum kakek buyut ku dan tetap kami gunakan sampai saat ini. Bapak di undang lagi di acara hajatan,dimana? Aku bertanya ingin tahu. Di kampung sebelah, nanti kamu harus ikut,ucap bapak kepadaku.  Aku mengangguk lalu pergi menaiki sepeda ontel tua itu. Menuju sekolah yang berjarak dua kilometer dari rumah ku.
Kesenian Jaran Kepang adalah kesenian asli suku Jawa. Di pulau Sumatera sendiri pertunjukan Jaran Kepang banyak di lestarikan. Hanya saja nama keseniannya yang berbeda-beda. Kesenian Jaran Kepang hampir sama dengan kesenian Kuda Lumping. Karena penari akan menggunakan kuda,yang di sebut dengan kuda lumping. Sambil menari mengikuti alunan musik yang di mainkan. Rangkaian acara pertunjukan di mulai dengan dimainkannya alat musik dan penari akan berjoget sambil menunggangi kuda lumping,bagian ini di sebut dengan kiprah. Dan acara yang terakhir adalah mengundang jin atau makhluk halus untuk masuk kedalam tubuh penari atau penonton. Setelah tubuh mereka di masuki makhluk halus,maka mereka akan berperilaku aneh sesuai makhluk yang masuk kedalam tubuh mereka.Biasanya akan meniru jenis binatang tertentu,misalnya Monyet dan Macan.Tidak semua orang dapat di masuki jin atau makhluk halus,hanya orang tertentu yang memiliki jin atau makhlus halus penjaga dirinya. Dalam kesenian Jaran Kepang disebut dengan endang.
Banyak hal- hal yang harus di persiapkan dalam pertunjukan Jaran Kepang,mulai dari alat musik,benda-benda pusaka sampai hal-hal apa saja yang harus di sediakan selama pertunjukan berlangsung. Alat musik yang digunakan  dalam pertunjukan Jaran kepang bermacam-macam mulai dari gendang,saron,gemung,gong,kecrek,angklung dan bonang.
Masih banyak hal-hal yang harus di persiapkan,yang pertama adalah kemenyan. Kemenyan digunakan untuk memanggil makhluk halus atau endang. Dan yang kedua adalah bunga setaman,buah-buahan,dan air, digunakan untuk makan orang-orang atau penari yang telah kerasukan endang. Dan yang terakhir adalah minyak duyung yang digunakan untuk minum orang-orang yang telah kerasukan. Selain memiliki nilai budaya yang sangat kental. Tentu ada makna dan tujuan yang terkandung di dalam kesenian tersebut, masih percaya akan hal-hal yang berbau mistis serta saling menghargai keberadaan makhluk halus untuk tidak saling mengganggu,sebagai ciptaan Tuhan Yang Maha Esa.
Aku Puja Kesuma ( Puteri Jawa Kelahiran Sumatera). Walaupun aku lahir di tanah batak tapi semangat ku untuk tetap melestarikan budaya ku tidak akan pernah luntur. Karena setiap budaya adalah bentuk kepribadian suatu bangsa. Aku masih mengayuh sepeda ontel tua,melewati jalan kecil persawahan.Memberikan senyum terindah untuk pagi ini.



Terimakasih sudah melihat blog saya, Jika masih ada yang penasaran dengan kesenian "Jaran Kepang" Anda bisa menyaksikannya langsung,ataupun lewat youtube,semoga artikel saya bermanfaat,Berikut ini adalah foto kesenian Jaran Kepang



Tidak ada komentar:

Posting Komentar